بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Assalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh... Mohon Di isi Buku Tamunya ya kalau mampir, Terima kasih... ^_^

Minggu, 14 Agustus 2011

Kenapa Pahala Tidak Berbentuk Uang Saja


Mungkin pertanyaan itu bisa dikatakan agak mirip dengan slogan anak muda sekarang, “Kecil manja, muda foya-foya, tua kaya-raya dan mati masuk surga.”

Lama sekali penulis mencari jawaban yang bisa memuaskan diri (bukan hanya teoritis, karena anak muda butuh yang masuk akal juga). Penulis mengaji kitab, membaca buku, mendengarkan ceramah, seminar, konsultasi tentang keislaman dan bertanya dari berbagai sumber. Setelah bertahun-tahun, berikut ini jawaban yang menurut penulis bisa memuaskan, baik dari segi ilmu maupun akal :

Syaikh Ibnu Athaillah menerangkan bahwa jika pahala diberikan Allah dalam wujud uang, permata, mobil, saham, obligasi dan sejenisnya, maka
dunia tidak akan mampu menampung seluruh pahala yang ada. Dunia ini terlalu sempit untuk menampung semua ganjaran tersebut. Itu kenapa akhirat—yang seluas langit dan bumi—dipilih sebagai tempat membalas semua ibadah yang kita lakukan.


Syaikh Ahmad Athaillah berkata lagi, “Demikian juga karena Allah menyayangi kita, sehingga tidak memberi hasil jerih payah kita di tempat yang tidak kekal ini.”

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa jika pahala diberikan Allah di dunia dalam wujud harta kekayaan, maka Allah sungguh tidak adil. Kenapa? Karena Allah memberikan ganjaran yang bersifat fana (tidak kekal). Uang bisa habis dibelanjakan, rusak, hilang bahkan dicuri atau dirampok orang. Sedangkan balasan berupa surga berlaku abadi—selama-lamanya. Itulah bukti bahwa Allah Maha Penyayang (Ar-Rahîm) dan Maha Adil (Al-‘Adl).


Bukankah kita ingin agar yang kita miliki tidak hilang/musnah? Bukankah sifat dasar manusia adalah menginginkan kepemilikan tetap bahkan selama-lamanya? Itulah kenapa baru di surga semua balasan diberikan.

Kalau diinginkan agar di dunia mendapat balasan uang atau perhiasan, sedangkan di akhirat tetap mendapat surga, berarti dunia bukanlah ujian. Padahal, dunia diciptakan sebagai ladang (kebun atau sawah) untuk ditanam, yang dipanen di akhirat kelak.

ٱلَّذِيْ خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS al-Mulk [67] : 2)

Abu Bakar Muhammad bin Ali al-Kattani mengatakan, “Dunia diciptakan agar manusia menerima cobaan, dan akhirat diciptakan agar manusia bertakwa.”

Dan, bila tidak ada ujian di dunia ini, sungguh manusia bertabiat mudah bosan dan jenuh serta mendambakan tantangan dan persaingan. Misalkan di sekolah atau kuliah tidak ada ujian. Yang pandai maupun yang bodoh, rajin atau malas, cerdas maupun tidak; semuanya diperlakukan sama yaitu mendapat nilai 100 dan lulus 100%. Apakah itu sebuah keadilan dan bentuk kasih sayang? Pastilah banyak yang akan protes.

Semua ibadah yang kita lakukan, sebenarnya untuk diri kita sendiri, bukan untuk kepentingan Allah.

Syaikh Ahmad Ibnu Athaillah berpesan, “Ketaatanmu tidak bermanfaat bagi Allah, dan kemaksiatanmu tidak membahayakan-Nya. Sesungguhnya Allah memerintahmu berbuat taat, dan melarangmu berbuat maksiat, karena setiap perbuatan kembalinya kepadamu juga.”

Dalam pesannya yang lain, Ibnu Athaillah menuturkan, “Tidaklah bertambah kemuliaan Allah karena orang yang datang membawa ketaatan, dan tidak mengurangi kemuliaan Allah orang yang menjauhkan diri dan berpaling dari-Nya.”

Andaikata semua makhluk bertakwa kepada Allah, itu semua tidak akan menambah sedikit pun keagungan-Nya. Jika seluruh alam semesta durhaka kepada-Nya, hal itu juga tidak akan mengurangi sedikit pun dari kekuasaan-Nya. Kalau Allah menginginkan, maka Allah Maha Kuasa menjadikan manusia umat yang satu dan semuanya bertakwa.

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. (QS Yûnus [10] : 99)

Sekiranya Allah menghendaki, kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (QS al-Mâidah [5] : 48)

Kalau pahala diwujudkan di dunia ini dalam bentuk harta, maka dosa pun harus diwujudkan. Itulah yang disebut adil.

Allah akan membalas perbuatan dosa saat pertama kali kita melakukannya. Bukankah sungguh berat hidup seperti itu? Semua aib akan terbuka. Padahal, tidak mungkin manusia tidak berbuat dosa, karena ada hawa nafsu dan bujukan setan. Kecuali Nabi tentunya, yang memang terjaga dari kesalahan atau dosa (ma‘shûm). Namun, karena rahmat-Nya, Allah membiarkannya beberapa waktu, dengan harapan kita akan bertaubat dan kembali, juga agar kita malu kepada-Nya. Rasulullah bersabda :

كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّائُوْنَ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ الْمُسْـتَغْفِرُوْنَ

Setiap manusia melakukan kesalahan dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang bertaubat dan memohon ampun (istighfar). (HR Tirmidzi)

لمَـَّا قَضَى اللهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فىِ كِتَابِهِ فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ، إِنَّ رَحْمَتِيْ غَلَبَتْ غَضَبِيْ

Ketika Allah telah selesai mencipta semua makhluk, maka Allah menulis dalam ketetapannya yang ada di atas ‘Arsy, “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan amarah-Ku.” (HR Bukhari dan Muslim)

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوْا لَذَهَبَ اللهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُوْنَ فَيَسْتَغْفِرُوْنَ اللهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ

Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman jiwa-Nya, jika kalian tidak berdosa pasti Allah akan mencabut kalian dan mendatangkan kaum yang berdosa hingga mereka memohon ampunan Allah, lalu Dia pun mengampuni mereka. (HR Muslim)


Pertanyaan selanjutnya adalah, “Mengapa kita masih didera rasa malas untuk beribadah?” Misalnya :
Tiap hari baca Al-Qur'an 1 ruku' (1 maqra')
Tiap hari shalat Dhuha 2 rakaat saja

Mengapa kita selalu mengajukan argumentasi untuk tidak melaksanakannya? Apakah karena kita merasa diri pandai berdebat sehingga kita pun berani “mendebat” Allah dan para Malaikat-Nya?


Kenapa kita tidak mau bersabar sejenak untuk menunggu balasan pahala kita? Apakah kita mengira bahwa beribadah hanya membuang-buang waktu, tidak efisien dan sia-sia belaka? Lupakah kita bahwa uang, emas, perhiasan, untaian mutiara, mobil, istana yang menjulang tinggi dan bidadari akan kita dapatkan? Tidak ingatkah kita bahwa semua itu tidak hilang, hanya menunggu waktu saja?


Mari kita merenung sejenak. Ketika kita mulai bekerja (misal usia 23 tahun), biasanya perusahaan akan menawari program tabungan pensiun. Tabungan baru bisa diambil ketika kita pensiun. Itu berarti kita harus menunggu selama 32 tahun karena kita baru akan pensiun usia 55 tahun. Kenapa kita mau bersabar menunggu selama itu tanpa bisa menikmatinya segera? Mengapa kita mau menabung tiap bulan demi pensiun kita?


Berdasarkan data, rata-rata usia harapan hidup (UHH) penduduk Indonesia mencapai usia 69,87 tahun. Untuk laki-laki, harapan hidupnya mencapai usia 67,42 tahun dan untuk perempuan mencapai 72,45 tahun. Kalau kita pensiun usia 55 tahun, berarti hanya +/- 15 tahun kemudian kita akan meninggal.


Nah, kalau kita mau menabung demi pensiun, lalu mengapa kita bermalas-malas diri menabung untuk masa depan kita nan abadi? Apa alasan kita menunda-nunda berbakti kepada Beliau Yang Telah Menciptakan kita?


Kita hanya perlu bersabar sedikit untuk menikmati hasil jerih payah kita dalam beribadah. Tidakkah kita mau melakukannya? Tidakkah kita mau menikmati tabungan akhirat dengan keuntungan 700% bahkan lebih?

^_^



Sumber Tutorial
Read more : http://www.wakrizki.net/2011/02/membuat-komentar-facebook-sederhana.html#ixzz1edscyuUm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Main Hamster Yu..

(Klik Untuk Memberi Makan Hamster)



Sambil Dengerin Musik juga yu :


Ust Jefri :
Opick :
Ungu :
Dadali :
Wali :

Di Share and Like yuk :

Suka?
Tolong kasih tahu ke temen-temen kamu ya,
Gampang kok tinggal klik tombol SHARE atau LIKE dibawah ini kemudian login ke facebook atau twitter kamu deh.
Thanks. Mudah-mudahan bermanfaat.
Salam hangat. Nasrul Pradana, ^_^
===========================================================